Gemerlap Cahaya Jakarta dari Tugu Monas

Oktober 10, 2017
gambar: google
Senja turun menghiasi Monumen Nasional (Monas). Biru-jingga di langit malam itu sewarna dengan lampu sorot yang ditembakan ke tugu Monas. Cahaya keemasan berkilauan dari puncak nyala api Tugu Monas. Menikmati panorama Monas saat malam hari tidak kehilangan keelokannya.

Daya tarik ikon nasional ini membuat banyak orang menghabiskan senja di sekitar Tugu Monas. Sejak Tugu Monas dibuka untuk kunjungan malam, 5 April 2016 lalu, keramaian wisata seakan tidak ada putusnya sejak pagi hari hingga malam.

Saat senja mulai tiba di Monas, saya tiba di pintu masuk Monas. Harga tiket yang cukup terjangkau Rp20.000 untuk dewasa dan Rp10.000 untuk anak-anak. Dengan bersemangat menyusuri lorong terowongan menuju ruang diorama.

Di ruang diorama saya menikmati gambaran sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Di sana dapat menyaksikan perjuangan para pahlawan melalui replika patung peristiwa sejarah yang berada di musem bagian bawah Monas ini.

Seusai menyaksikan sejarah bangsa ini, saya segera naik ke pelataran puncak Monas. Butuh biaya tambahan untuk memasuki pelataran puncak Monas dengan biaya Rp7.500 untuk dewasa dan Rp3.500 untuk anak-anak, harga yang tidak sebanding dengan pemandangan indah Jakarta malam hari. Decak kagum pada indahnya Jakarta malam hari yang membuat siapa saja terpana akan keindahannya.

Malam hari rupanya menjadi pilihan waktu berwisata bagi sebagian warga Jakarta dan sekitarnya. Ada yang datang sendiri, berkelompok, atau bersama keluarga. Wisata malam Monas menjadi alternatif bagi warga Ibu Kota yang selalu disubukkan dengan kegiatan dan pekerjaan pada siang hari.

Alasan serupa disampaikan oleh Hasan, warga Depok, yang menyediakan waktu luangnnya untuk mampir ke Monas pada malam hari menikmati keindahan kota Jakarta dari Monas. “Selain pemandangannya menarik, akses menuju Monas juga relatif mudah, Soalnya, kalau siang juga kan kerja, terus panas cuacanya. Kalau malam kayak gini, enak, bisa pas pulang kerja, main sama anak dan istri,” tutur seorang karyawan swasta, Hasan, yang datang bersama istri dan anaknya. (14/2).

Meskipun terpaan angin di pelataran puncak Monas terasa berkali lipat lebih kuat dari pada diatas tanah, tidak menyurutkan minat saya dan pengunjung lainnya untuk berkunjung di malam hari, karena inilah sensasinya. 

Mulai dari orang dewasa hingga anak-anak bersemangat melihat empat penjuru Jakarta dari pelataran puncak Monas. Teropong- teropong disediakan untuk wisatawan untuk melihat dan menyaksikan lebih dekat keindahan Jakarta malam hari dari ketinggian 132 meter.

Kelap-kelip cahaya Tugu Monas yang disinari lampu sorot warna-warni pelangi menambah keindahan. Paduan deretan gedung pencakar langit yang bertebaran diseputaran Monas tampak amat elok lantaran bertabur cahaya dan berlatar malam merupakan daya tarik tersendiri yang tidak diperoleh pada siang hari. Apalagi jika pemandangan itu disaksikan dari ketinggian 132 meter. 

Titik-titik cahaya terlihat hingga kejauhan mata memandang yang begitu memikat hati dari puncak Monas menggunakan mata telanjang. Pancaran lampu semakin jelas dan indah dengan langit yang semakin gelap.

Cahaya lampu terlihat begitu jelas menghiasi Istana Merdeka yang ada di sisi utara Monas. Sejumlah gedung perkantoran juga terlihat dari Monas, seperti Kantor Balitbang Kementerian Perhubungan di Jalan Medan Merdeka Timur dan Balai Kota Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan. Lampu sorot yang menghiasi Masjid Istiqlal juga menarik perhatian pengunjung yang berada dipelataran puncak Monas.

Semarak kehidupan perkotaan tidak hanya bergema di siang hari ketika seluruh penghuninya berpacu dengan waktu untuk mengais rejeki. Di malam hari, ketika para penghuni kota selesai dengan pekerjaannya mereka pun melepas lelah untuk merilekskan pikiran dan tenaga.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.