Biduan

Oktober 02, 2017
foto: Google

Bukan aku tak punya uang
Bukan aku tak bisa goyang
Bukan aku tak suka biduan
Aku malu
Malu dengan peci dan gelar hajiku
- layla, Jkt, 20 Februari 2016


Puisi ini dibuat karena celetukan kakek saya. 
Hari itu, 20 Februari 2016 sedang diadakan pesta pernikahan sepupu saya. Namanya juga pesta perkawinan, kalau tak ada dangdut rasanya hambar. Haha. 

Terlihat dari kursi penerima tamu dimana tempatku berada terdapat dua orang biduan berpakaian ketat dan seksi. Mereka bergantian menghibur tamu undangan dengan suara merdunya sambil bergoyang aduhai. 

Tiga hingga empat tamu terlihat naik ke panggung sedang menyawer biduan yang sedang bernyanyi. Tiba-tiba kakek saya yang berumur hampir 80 tahun menghampiri ke meja penerima tamu.

"La, capek ga nerima tamu?" kata kakek.

"Engga Bah, kan duduk doang. Sini Bah duduk samping aku," kata saya. Saya memanggil kakek dengan sebutan Abah.

Ia menolak dengan menggelengkan kepalanya lalu melihat si biduan bernyanyi.

"Kenapa, Bah? mau ikutan nyawer?" ucapku menggoda kakek.

"Hahahaha" Kakek tetawa terbahak-bahak sampai membuka kacamata tua kesayangannya, lalu mengalap air ujung matanya.

"Sini Abah jelasin," dengan menatapku dari tempat Ia berdiri di sampingku lalu mengeluarkan bebagai macam nominal uang rupiah yang ada di saku bajunya.

"Nih, uang!" Kata Kakek sambil memperlihatkan uangnya di depan mataku. "Bisa aja Abah sawer itu biduan cantik pakai uang ini," katanya dengan intonasi suara yang serius. Saya hanya memperhatikan seraya senyum-senyum.

"Apa lagi? goyang? Abah bisa!" Sambil memperagakan goyangan yang seperti lelaki penyawer di panggung. Kakek tua itu memang sangat lucu selalu membuat saya tertawa.

Seketika tertawaku terdiam dibuat kagum dengan alasannya tak mau nyawer.

"Abah bisa lakuin yang diucapin tadi, tapi La, Abah malu dengan ini," menunjuk penutup kepalanya yang berwarna hitam. "Peci! sama haji Abah." Saya hanya bergeming, lalu aku senyum bangga mendengar penjelasannya. 




Sungguh, ini cerita dengan kakek yang paling saya ingat. Beliau begitu kokoh dengan keimanannya. Dan atas dasar selalu ingat malu, tahu diri, dan takut kepada Tuhannya untuk melakukan sesuatu menjadikan ini sebagai pelajaran untukku.

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.